Ayat Al-Qur'an tentang Menyantuni Anak Yatim
Ayat Al-Qur'an tentang Menyantuni Anak Yatim - Banyak perbuatan baik yang dapat kita lakukan, salah satunya ialah menyantuni anak-anak yatim dan mengasihi para fakir miskin. Hikmah dan manfaat yang akan kita dapatkan dari perbuatan ini sungguh luar biasa. Selain itu, menyantuni anak-anak yatim dan mengasihi fakir miskin merupakan perintah Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan urusan anak yatim sebanyak 22
kali. Berkenaan dengan ayat-ayat tentang anak yatim tersebut, setidaknya
ada 3 hal penting yang harus diperhatikan yaitu ihsan (berbuat baik)
kepada anak yatim, hak-hak anak yatim, dan harta anak yatim.
1. Ihsan (berbuat baik) kepada anak-anak yatim.
Meskipun anak yatim kehilangan kasih sayang ayah yang membesarkannya,
tetapi tidak kehilangan rahmat Allah. Syari’at-Nya yang mulia
memberikan perhatian besar terhadap kasih sayang dan sikap baik kepada
anak yatim.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاَحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu” (Al-Baqarah: 220)
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa’: 36)
2. Hak-hak anak yatim.
Anak yatim harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana anak-anak lain
yang mendapatkan hak-hak dari ayah mereka. Syari’at Islam mengharuskan
agar anak yatim mendapatkan kasih sayang, kelembutan, dan pendidikan
baik yang dapat membentuknya menjadi manusia shaleh dalam kehidupannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman
tentang kehidupan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menjalani
kehidupan sebagai anak yatim pada masa kanak-kanaknya
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيماً فَآوَى* وَوَجَدَكَ ضَالّاً فَهَدَى* وَوَجَدَكَ عَائِلاً فَأَغْنَى
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan.” (Adh-Dhuha: 6-8)
Firman-Nya dalam surat Adh-Dhuha ayat 6 sampai dengan ayat 8 tersebut
menjelaskan tentang 3 hak anak yatim sebagaimana Allah telah memberikan
hak-hak itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu; (1) hak untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan, (2) hak untuk untuk mendapatkan petunjuk atau pendidikan, dan (3) hak untuk mendapatkan kecukupan atau nafkah dan biaya untuk kehidupannya.
Disamping hak-hak tersebut, pada ayat berikutnya Allah melarang adanya
kesewenang-wenangan terhadap anak yatim. Bahkan dalam surat Al-Ma’un
Allah menggolongkan orang-orang yang berlaku sewenang-wenang kepada anak
yatim termasuk pendusta agama.
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” (Ad-Dhuha: 9)
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ* فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ* وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (Al-Ma’un: 1-3)
3. Harta anak yatim.
Hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan hak harta anak yatim
adalah keadaan anak yatim itu ditinjau dari sisi ekonominya. Seringkali
pandangan terhadap anak yatim hanya mengarah kepada kemiskinan dan
kekurangan harta, sehingga anak yatim selalu dipandang sebagai anak yang
sangat membutuhkan bantuan ekonomi. Padahal tidak semua anak yatim
ditinggal mati ayahnya dalam keadaan miskin. Adakalanya seorang ayah
meninggal dunia dengan meninggalkan harta waris dalam jumlah yang besar,
sehingga anak yang ditinggalkan memiliki hak untuk mendapatkan harta
tinggalan ayahnya. Oleh sebab itu firman Allah dalam Al-Qur’an tidak
hanya berupa perintah untuk mengluarkan harta untuk kepentingan anak
yatim, tetapi juga berisi perintah untuk mengamankan dan memelihara
harta anak yatim.
Di antara perintah Allah untuk berinfaq untuk anak adalah firmanNya:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى
الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ
وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya…” (Al-Baqarah: 177)
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا
أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ
خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,” dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Al-Baqarah: 215)
Adapun terhadap anak-anak yatim yang memiliki harta waris dari ayah
yang meninggalkannya, maka Allah mensyari’atkan 3 hal sebagaimana
disebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat 6:
وَابْتَلُواْ الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ
النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ
أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تَأْكُلُوهَا إِسْرَافاً وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُواْ
وَمَن كَانَ غَنِيّاً فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيراً فَلْيَأْكُلْ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُواْ
عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللّهِ حَسِيباً
Tiga hal yang disyari’atkan dalam ayat tersebut berkenaan dengan harta anak yatim adalah; (1) kewajiban menjaga dan tidak memakan harta anak secara dzalim, (2) diperbolahkan
bagi orang miskin yang menjadi wali (pengasuh) anak yatim untuk ikut
memakan harta anak yatim secara patut (tidak berlebihan), dan (3) menyerahkan harta kepada anak yatim (pemiliknya) jika dia telah dewasa dan mampu memanfaatkan hartanya. Sedang bagi mereka yang memakan harta anak yatim secara dzalim, maka Allah memperingatkan dengan firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْماً إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَاراً وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيراً
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (An-Nisa’: 10)
Kemuliaan orang-orang yang mengasuh, mengasuh, dan memelihara anak
yatim juga disebutkan dalam banyak hadits Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Di antara sabda-sabdanya, beliau menjamin orang-orang
yang mengikuti sunnahnya dalam menyantuni anak yatim dengan surga:
عَنْ سَهْلٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ
بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Diriwayatkan dari Sahl, Rasulullah saw bersabda: ”Aku dan pemelihara anak yatim, di surga seperti ini.” Lalu beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan di antara keduanya sedikit. (HR. Al-Bukhari).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا
وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ
وَالْوُسْطَى
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Pemelihara anak yatim kepunyaannya (masih ada hubungan keluarga) atau kepunyaan orang lain (tidak ada hubungan keluarga), dia dan aku seperti dua jari ini di surga.” Lalu Malik mengisyaratkannya dengan jari telunjuk dan jari tengah. (HR. Muslim).
مَنْ ضَمَّ يَتِيْمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ فِيْ
طَعَامِهِ وَ شَرَابِهِ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَنْهُ وَجَبَتْ لَهُ
الْجَنَّةُ
“Barang siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim diantara dua orang tua yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga.” (HR. Abu Ya’la dan Thobroni)
Ada beberapa keutamaan bagi mereka yang menjadi penyantun anak yatim. Pertama, menjadi teman Rasulullah SAW dalam surga. Kedua, akan membersihkan pikiran, melembutkan dan menghilangkan kekerasan hatinya. Ketiga, menjadi penyembuh dari berbagai penyakit kejiwaan. Keempat, memiliki kepedulian sosial karena menolong dan membantu orang yang membutuhkan, sebagaimana diajarkan dalam Islam.Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita untuk dicenderungkan menyantuni anak yatim.
Menyantuni anak-anak yatim merupakan akhlaq yang sangat mulia dimata Allah dan juga manusia. Dengan perilaku tersebut, dapat membuat kita menjadi manusia yang lebih baik dan manusia yang lebih bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan untuk selalu taat beribadah kepada-Nya, dan senantiasa selalu dibimbing di jalan yang lurus, jalan yang akan membawa kita kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin.