Syarat dan Rukun Nikah dan Syarat Nikah | Pernikahan Dalam Islam

Advertisement
Syarat dan Rukun Nikah dan Syarat Nikah - Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pengertian nikah menurut istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah Swt. 
Rukun, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu bermaksud dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu’ dan takbiratul ihram untuk shalat. Atau adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan.

‘Syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seprti menutup aurat untuk sholat” atau menurut islam calon pengantin laki-laki/perempuan itu harus beragama islam.
Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan dan merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu  yang harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut.

Oleh karena itu, syariat islam mengadakan beberapa peraturan untuk menjaga keselamatan pernikahan, sebagaimana nanti syarat dan rukun pernikahan yang akan di jelaskan dalam artikel ini.

Rukun Nikah itu ada lima macam, yaitu :
  1. Calon pengantin laki-laki,
  2. Calon pengantin perempuan,
  3. Wali,
  4. Dua orang saksi,
  5. Sighat akad nikah.
Syarat Nikah
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab qabul.

Dalam menjelaskan masalah syarat nikah ini, terdapat juga perbedaan dalam penyusunan syarat akan tetapi tetap pada inti yang sama. Syari’at islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon kedua mempelai yang sesuai dan berdasarkan ijtihad para ulama.

A). Syarat-syarat calon Suami:
  1. Beragama Islam
  2. Bukan mahram dari calon istri dan jelas halal kawin dengan calon istri
  3. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
  4. Orangnya diketahui dan tertentu
  5. Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya.
  6. Calon suami rela( tidak dipaksa/terpaksa) untuk melakukan perkawinan itu dan atas kemauan sendiri.
  7. Tidak sedang melakukan Ihram.
  8. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
  9. Tidak sedang mempunyai istri empat.
B). Syarat-syarat calon istri:
  1. Beragama Islam atau ahli kitab.
  2. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak dalam sedang iddah.
  3. Terang bahwa ia wanita. Bukan khuntsa (banci)
  4. Wanita itu tentu orangnya (jelas orangnya)
  5. Tidak dipaksa ( merdeka, atas kemauan sendiri/ikhtiyar.
  6. Tidak sedang ihram haji atau umrah.
C). Syarat-syarat Ijab Qabul.
Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan lisan. Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu sah perkawinan nya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami.

Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.

Mrnurut pendirian hanafi, boleh juga ijab oleh pihak mempelai laki-laki atau wakilnya  dan kabul oleh pihak perempuan (wali atau wakilnya) apabila perempuan itu telah baligh dan berakal, dan boleh sebaliknya.

Ijab dan kabul dilakukan di dalam satu majlis, dan tidak boleh ada jarak yang lama antara ijab dan qabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan masing-masing ijab dan qabul dapat di dengar dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi.

Imam Hanafi membolehkan ada jarak antara ijab dan qabul asal masih di dalam satu majelis dan tidak ada hal-hal yang menunjukkan salah satu pihak berplaing dari maksud akad itu.

Adapun lafadz yang digunakan untuk akad nikah adalah lafaz nikah atau tazwij, yang terjemahannya adalah kawin dan nikah. Sebab kalimat-kalimat itu terdapat di dalam Kitabullah dan Sunnah. Demikian menurut asy-Syafi’i dan Hambali. Sedangkan hanafi membolehkan dengan kalimat lain yang tidak dari Al-Qur’an, misalnya menggunakan kalimat hibah, sedekah , pemilikan dan seagainya, dengan alasan, kata-kata ini adalah majas yang biasa juga digunakan dalam bahasa sastra atau biasa yang artinya perkawinan.
Contoh kalimat akad nikah adalah sebagai berikut:
اَنْكَحْتُكَ.....بِنْتِ.....بِمَهَرِاَلْفِرُوْبِيَّةٍحَالًا

Aku kawinkan engkau dengan.......binti........dengan mas kawin Rp.1.000 tunai
Jawab atau kalimat kabul yang digunakan wajiblah sesuai dengan ijab.

Akad nikah itu wajib di hadiri oleh : dua orang saksi yang memenuhi syarat sebagai saksi, karena saksi merupakan syarat sah perkawinan.
 
Adapun dasar dari perkawinan itu wajib dengan akad nikah dan dengan lafadz atau kalimat tertentu adalah berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

Yang artinya:
Takutlah engkau sekalian kepada Allah dalam hal orang-orang perempuan, sesungguhnya engkau membuat halal kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim)

D). Syarat-syarat Wali.

Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya. Adapun syarat-syaratnya ialah seorang wali hendaknya:
  1. Laki-laki
  2. muslim
  3. Baligh
  4. Waras akalnya
  5. Adil (tidak fasik)
  6. Tidak dipaksa
  7. Tidak sedang berihram.
E). Syarat-syarat Saksi.
Adapun syarat saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah.

Adapun kewajiban adanya saksi tidak lain, hanyalah untuk kemaslahatan  kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri. Disamping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir adalah dari perkawinan suami istri tersebut. Dan di sinilah saksi itu dapat memberikan kesaksiannya.
Advertisement

Subscribe to receive free email updates: